Si Ular Hijau Bermata Merah, Trimeresurus toba-kah?


    Tepat pada pukul 10.00 WIB, tim ekspedisi Herpetologer Mania berangkat menuju lokasi survei herpetofauna di daerah pinggiran Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Setiba disana kami disambut hawa dingin yang bersekongkol dengan gerimis di dataran tinggi itu. Hawa dingin memaksa kami untuk mengisi lambung yang kosong selama perjalanan sekitar dua jam yang lalu.

    Sebelum memulai ekspedisi, kami sudah memiliki target temuan yakni sangat berharap bertemu dengan salah satu bunglon endemik Pulau Sumatera yaitu Gonocephalus lacunosus dengan nama Inggerisnya, Sikulikap Anglehead Lizard. Holotype spesies ini berasal dari kawasan air terjun Sikulikap dan sampai saat ini belum ada catatan temuan terbaru mengenai spesies tersebut.

    Ekspedisi kali ini terdengar seperti suatu bisikan alam. Kiri kanan jalan yang dipenuhi tumbuhan herba jelatang merupakan ranjau bagi kami. Namun hembusan angin dari air terjun dan suara musik tidak henti-hentinya yang berasal dari rumah makan di pingggir jalan itu juga tidak mau kalah mengiringi. Setelah berjalan memasuki hutan beberapa kilometer, kami pun menemukan lokasi yang cocok untuk camping. Kemudian sebagian besar dari kami bergegas menegakkan tenda. Sebagian memasak dan yang lain survey lokasi untuk herping nanti malam.

    Herping akan dilakukan dengan durasi dua hari. Pengamatan dilakukan pada siang dan malam hari. Pada siang hari, pengamatan dilakukan secara langsung dengan menyusuri sungai dan menjelajahi daratan di hutan sekitar camp, sedangkan pengamatan pada malam hari dilakukan dengan metode Visual Encounter Survey-Night Stream (VES-NS). Pengambilan data dilakukan di tiga lokasi sungai dengan masing-masing lokasi dilakukan pengambilan data sebanyak satu kali sepanjang 500 meter mengikuti aliran sungai.

  Hari pun mulai gelap, kami mulai memeriksa alat-alat untuk herping. Headlamp, baterai cadangan, kamera digital, GPS (Global Positioning System), meteran dan buku catatan, kami rasa sudah lengkap. Tim kemudian melanjutkan survei ke arah sungai dengan melewati jalur yang sangat terjal dan sedikit becek karena hujan. Sebelum sampai di sungai yang kami tuju, seekor ular hijau bermata merah menyambut kami.

Tim Herping  Dok. Khairul Umri

    Ular tersebut tampak seolah berbicara kepada kami sambil menjulurkan lidahnya. “Selamat datang wahai tim Herpetologer Mania di habitat nan indah ini” begitulah nampak dia menyapa. Upsss… suara itu tidak terdengar, namun tersirat dari tingkah laku ular hijau itu yang ditemani sayup-sayup suara air terjun dan hewan malam lainnya.

Trimeresurus cf toba Dok. Chairunas Adha Putra

    Ular hijau bermata merah itu bertengger diatas daun pepohonan yang berada di daerah yang sangat terjal, sehingga membuat kami sulit untuk mendokumentasikannya. Namun kami tidak menyerah begitu saja, masih banyak jalan menuju Roma. Kami saling membantu sebagaimana mestinya sesama tim. Ada yang memberi sentuhan kepada ular hijau itu agar bergerak ke arah yang lebih baik dan aman untuk difoto. Kami masih penasaran dengan spesies ular ini, secara morfologi terlihat Trimeresurus, namun Trimeresurus apa ya? Kami hanya tahu sampai marganya saja. Karena masih penasaran, kami menangkapnya untuk keperluan identifikasi lebih lanjut. Usai mendokumentasikannya kami turun ke arah sungai. Wah… saudara-saudara! Kami disambut lagi oleh ular, namun kali ini ularnya berwarna merah bata dan unyu-unyu, namanya Pareas malaccanus.

Pareas malaccanus Dok. Akhmad Junaedi Siregar

    Di sepanjang sungai, kami menemukan kodok dan katak yang jumlahnya sangat sedikit jika dibandingkan dengan ekspedisi-ekspedisi sebelumnya. Saya sedikit kecewa untuk temuan jumlah amfibi. Kiri kanan trek yang kami melalui sangat banyak cicak hutan (Cyrtodactylus marmoratus). Berbagai pose menawan diperlihatkan cicak tersebut kepada Tim Herpetologer Mania. Bahkan pose eksotik mereka mampu mengalahkan model-model profesional, ditambah lagi dengan tekstur dan warna kulit mereka yang spesial. Iris bola matanya bagaikan stomata yang setengah membuka, sungguh unik dan menarik jika diamati lebih lama.

Cyrtodactylus spp.  Dok. Akhmad Junaedi Siregar


    Saking penasarannya dengan si ular hijau bermata merah temuan pertama, kami pun meneliti bagian morfologinya lebih lanjut setelah pulang dari ekspedisi. Kami memperoleh data morfologi sebagai berikut:

TL (Total Lenght) = 385 mm
SVL (Snout - Vent Lenght) = 320 mm
TaL (Tail Lenght) = 69 mm
VED (Vertical Eye Diameter) = 2 mm
DSR (Dorsal Scale Row) = 21
Supralabial Scale = 9
Ventral Scale = 156
MSR (Dorsal scale Rows at middle body) = 21
DEL (Distance Lower Eye Margin) = 7 mm

    Beberapa data temuan di lokasi ini antara lain: Bufo juxtasfer, Limnonectes kuhlii, Rachophorus appendiculatus, Bronchochela cristatella, Draco haematopogon, Pareas malaccanus, Trimeresurus cf toba, dan Cyrtodactylus marmoratus.

    Ciri morfologi ular ini ternyata sangat mirip dengan data morfologi Trimeresurus toba menurut jurnal yang kami baca: A New Species of Pitviper of the Genus Trimeresurus (Popeia) from Northern Sumatra. Spesies ini sudah lama tidak tercatat kembali di Sumatera dan diperkirakan spesimen terakhir lebih dari 100 tahun yang lalu. Wowww… amazing! Jika ini jenis yang sama, temuan ini merupakan salah satu momen menarik sepanjang ekspedisi HM.

    Setelah kami mengukur seluruh morfologi tubuh dari ular itu, kami mengawetkannya dengan menggunakan alkohol 70%. Tak puas rasanya dengan identifikasi yang belum menemukan titik terang, anggota Herpetologer Mania lain yang sedang kuliah di Jawa pun membawa spesimen ke Museum Zoologicum Bogoriense (MZB) LIPI untuk studi komparasi dengan jenis yang mirip.

    Di laboratorium tersebut, identifikasi untuk marga ularnya cukup mudah, yakni Trimeresurus. Marga Trimeresurus sendiri memiliki beberapa karakter diantaranya tubuhnya berwarna hijau, umumnya memiliki jumlah sisik antara 19-21 pada bagian dorsalnya. Jika diperhatikan, ular ini tanpa garis di belakang matanya. Marga Trimeresurus kemudian disebut Popeia karena peneliti mempertimbangkan Trimeresurus sebagai super genus yang memiliki pohon monofiletik antara pitviper Asia dan Amerika.

    Proses identifikasi selanjutnya yang kami kerjakan adalah membandingkannya dengan taksa tertentu yang memiliki kemiripan dengan spesimen yang kami periksa. Untuk sementara, dugaan kami mengarak pada beberapa spesies yaitu Trimeresurus (Popeia) popeiorum, Trimeresurus (Popeia) sabahi dan Trimeresurus (Popeia) toba. Kami mengeluarkan Trimeresurus (Popeia) barati dari pemeriksaan karena spesies yang satu ini sangat berbeda pada jumlah sisik MSR (17-19 sisik) dan adanya garis ventrolateral berwarna coklat kemerahan.

    Identifikasi ini cukup pelik karena karakter dari spesimen itu mirip dengan spesies sabahi yang konon merupakan endemik Borneo. Tentu untuk memastikannya kita harus berhadapan dengan pembahasan biogeografi spesies yang lebih jauh lagi. Sebelumnya, kami beranggapan bahwa spesimen akan mengarah pada spesies popeiorum yang persebarannya umum di wilayah Sumatera. Namun untuk menetapkan sebagai spesies toba kami masih ragu karena warna mata yang masih kurang cocok. Beberapa keterangan tambahan juga kami dapatkan bahwa ada karakter yang mungkin dapat berubah terkait umur individu misalnya warna mata dan garis ventrolateral tubuh.

    Sedangkan dua karakter tersebut merupakan karakter kunci dari identifikasi. Spesimen yang hanya satu individu saja ini kemungkinan masih remaja jika dilihat dari ukuran tubuh ular yang masih dibawah rata-rata. Jadi, jika sangat mirip, akankah kita menetapkannya sebagai Trimeresurus (Popeia) toba? atau akan kita tuliskan sebagai Trimeresurus cf toba?

    Satu ungkapan untuk herping ini: “Herping itu adalah cinta, yang merupakan hasrat pemerhati ampibi dan reptil yang terpendam sejak lama untuk menyelami proses-proses kehidupan, merajut siklus-siklus di alam, dalam keheningan malam gelap gulita namun merdu tiada terkira, terdengar hanya oleh segelintir manusia”. (Rachmi, 2015)


Referensi:

David P, Petri M, Vogel G and Doria G., 2009. A New Species of Pitviper of the Genus Trimeresurus (Popeia) from Northern Sumatra. Vol C: 326 - 337.

Romeltea Media
Blogger Medan - RACHMI Updated at:
Get Free Updates:
*Please click on the confirmation link sent in your Spam folder of Email*

21 komentar so far. What are your thoughts?

  1. Masyaallah Ami, perjalanan yang luar biasa yaa... PPL bangga punya saintis muda kayak Ami.

    ReplyDelete
  2. Aku suka ular, mbaa, tapi jgn harap mau memeliharanya 😅

    ReplyDelete
  3. Masya Allah, keren sekali mba Rahmi. Speechless, membayangkan perjalanan menjelajah alam, meneliti aneka spesies hewan. Kereen, masya Allah 😊❤

    ReplyDelete
  4. Keren banget... Warnanya cantik banget ularnya

    ReplyDelete
  5. Wah, menyenangkan ya kalau sudah menjelajah alam semesta gitu, keren banget mbak

    ReplyDelete
  6. Menjelajah emang seru kak. Tapi kadang suka was was juga kalau ada ular atau hewan lainnya.

    ReplyDelete
  7. Keren banget, berani menjelajah hutan terus ketemu ular-ular kaya gitu. Aku kayanya udah takut sih

    ReplyDelete
  8. Aku shock mbak, gmn ular bisa dibilang unyu2. Yassalam.

    Ini salah satu binatang yg paling kutakuti 😄

    Btw, keren kali ini ekspedisinya

    ReplyDelete
  9. MasyaAllah kereennn.. jadi ingat dulu waktu kuliah.. aslik ini asyik banget 😍

    ReplyDelete
  10. Ya Allah kak ngeri2 kali lah ular nya. Suka alam tapi nggak suka penghuni nya. Hheheheehheeh

    ReplyDelete
  11. Wow... Kesukaannya lain dari yang lain. Salam kenal kak..
    Sama kakak aja, jangan sama yang dibahas. Belum berani awak he he he

    ReplyDelete
  12. Ular hijau ini bukannya ular daun ya kak, eh bahasanya apa ya.. Ular pucuk?

    ReplyDelete
  13. Waduh, pernah dipatok gak mi? Naudzubillahimindzalik jangan sampe ya.

    ReplyDelete
  14. Aku suka sekali dengan keseruan ekspedisi ini ,ceile ekspedisi.

    Tapi terus terang aku termasuk yang suka geli-an sama makhluk melata begini

    ReplyDelete
  15. Berasa ikut petualangan juga nih baca blog Ami, masyaAllah ular aja diamati sampe segitunya ya apalagi ayang #eh haha, ditunggu tulisan ekspedisi berikutnya, jiwa petualang ku meronta ronta deeeek huhu

    ReplyDelete
  16. Sumatera punya bunglon ya mi...
    Sumatera utara?
    keyen...
    Saya tetep geli liat ularnya...
    walaupun warnanya bagus.. hehehe

    ReplyDelete
  17. Keren banget pekerjaannya kak Rachmy, salut deh sama ekpedisinya. Walau jujur aku agak sedikit phobia sama binatang melata ini. banyak deh bukan sedikit heehehe. tapi tetap jempol dua semangat terus ya

    ReplyDelete
  18. wah keren bgt liat dokumentasinya, enggak kebayang ini selama penjelajahan betapa dag-dig-dugnya ini berada di tengah hutan bertemu dengan banyak hewan seperti ini :D seru sekali, apalagi jika berjalan malam hari ya, barangkali bisa share tips dan tricknya ini gimana caranya bisa berani begini wkwk

    ReplyDelete
  19. Takjub juga di hutan wilayah deli serdang masih ada endemik binatang2 unik ini ya belum kalau yang hutan lindung leuser ya, keren kali dek

    ReplyDelete
  20. Kok seperti ikut berpetualang juga ya 😁 seru nih, unik bahasan blog nya Ami 😊 Alhamdulillah nambah wawasan

    ReplyDelete
  21. Ularnya cantik ya... Tapi geli juga kalau bisa megang. Dipatok pula sama itu ular. Hahaha

    Seru ya petualangan begini.

    ReplyDelete

 
back to top